Menu Melayang

Senin, 03 Februari 2020

Membaca Peristiwa Lahirnya Hizbul Wathan



MUHAMMADIYAH.ID, REDAKSI – Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW) baru saja memperingati usia satu abad melalui Apel Akbar Nasional yang ditutup oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Jum’at (21/12). Tidak banyak yang mencatat secara cermat mengenai detik-detik lahirnya gerakan kepanduan milik pribumi pertama di bumi Nuswantara ini. Setelah berdiri, HW segera menjadi unsur penting dalam penyedia barisan prajurit revolusi. Redaksi Muhammadiyah.id menghadirkan tulisan mengenai detik-detik lahirnya HW dari saksi sejarah, Ketua Majelis HW H. Mawardi dalam bagian pengantar Buku Kenang-Kenangan Hizbul Wathan, 1961.

Detik-detik Peristiwa Lahirnya Hizbul-Wathan

Pada suatu hari dipanggilnya oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan beberapa guru Muhammadiyah, yaitu Bapak Somodirdjo yang seorang mantri guru Standaardschool Suronatan bersama seorang pembantunya, Bapak Syarbini (bukan tokoh Pramuka Sarbini yang namanya dijadikan sebagai sebuah balai di Jakarta, red) dari sekolah Muhammadiyah Bausasran dan seorang lagi dari sekolah Muhammadiyah Kotagede.

Hari tersebut bertepatan pada hari Ahad siang. Pertemuan diadakan bukannya merupakan suatu rapat yang akan memperbincangkan sesuatu masalah, melainkan merupakan suatu pertemuan anak dengan bapak atau antara murid dengan guru atau bagaikan antara santri dengan kyai. Dengan secara kekeluargaan Kyai Dahlan sedikit mempersoalkan perjalanannya bertabligh ke Solo, ialah kedatangannya tiap hari Sabtu malam di pengajian S.A.T.V (Sidik Amanat Tabligh Vatonah) di pendopo rumah Kyai Imam Muchtar Bukhori di Kauman Solo. Selanjutnya Kyai Dahlan berkata kepada para guru tersebut dalam bahasa Jawa kira-kira demikian:

“Saya tadi pagi di Solo pulang dari Tabligh, sampai di muka Pura Mangkunegaran di alun-alun melihat anak banyak berbaris, setengahnya sedang bermain-main, semuanya berpakaian seragam. Baik sekali! Itu apa?”

Rupanya bapak mantri guru Somodirjo telah memahami apa yang dimaksud oleh Kyai Dahlan. Diuraikannya bahwa yang dilihat oleh Kyai itu ialah anak-anak Padvinder Mangkunegaran yang namanya J.P.O (Javaansche Padvinders Organisatie). Diterangkan selanjutnya bahwa Padvinderij itu suatu gerakan pendidikan anak-anak di luar sekolah dan di luar rumah. Mendengar keterangan tersebut Kyai Dahlan menyambut:

“Alangkah baiknya kalau anak-anak keluarga Muhammadiyah juga dididik semacam itu untuk melayani (Jawa leladi) menghamba kepada Allah”

Selanjutnya kepada guru-guru tersebut diharapkan oleh Kyai Dahlan supaya dapat mencontoh gerakan pendidikan itu. Sejak setelah diadakan pertemuan itu, guru-guru Muhammadiyah dengan dipelopori terutama oleh Bapak Somodirjo, Bapak Syarbini mengadakan persiapan-persiapan akan mengadakan gerakan untuk anak di luar sekolah dan rumah.

Mula-mula yang akan digerakkan para guru sendiri terlebih dahulu. Pendaftaran dimulai. Latihan diadakan tiap Ahad sore di halaman sekolah Muhammadiyah Suronatan terutama yang dilatihkan ialah berbaris dan olah raga. Kian hari kian bertambah pengikutnya. Tiada lagi terbatas pada para guru saja. Juga banyak para pemuda dari Kauman yang ikut berlatih. Yang sangat menarik kepada masyarakat ialah adanya barisan yang dipimpin oleh Bapak Syarbini seorang pemuda yang telah cukup mendapat latihan-latihan kemiliteran (militair Belanda), seorang pemuda bekas ‘onder-officer’. Tentu sajalah segala gerak yang memang sama harus kepada pimpinan keprajuritan. Segala aba-aba dan cara berbaris diberikan secara militer, dan masih dengan bahasa Belanda.

Tiap Ahad sore sekitar Kauman menjadi ramai. Anak-anak kecil yang semula hanya melihat, kemudian bergabung, turut juga berbaris. Maka oleh karena itu lalu diadakan dua golongan, ialah golongan dewasa dan golongan anak-anak. Selain latihan berbaris dan olahraga diadakan latihan pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK). Tidak ketinggalan pula latihan kerohanian. Bagi golongan yang dewasa diadakan pengajian tiap hari Selasa malam.

Kapan dan tanggal berapa gerakan tersebut dimulai?

Hal itu perlu dapat kita ketahui berhubung akan mengetahui detik peristiwa lahirnya HW. Akan tetapi sayang tiada seorangpun, yang sekarang masih ada dan pernah mengalami peristiwa-peristiwa tersebut, yang ingat kapan saat-saat itu terjadi, maka untuk mengetahui saat-saat kapan, perlu dicari peristiwa-peristiwa yang dapat sebagai pengangan. Dalam hal ini kiranya peristiwa yang dialami oleh Bapak Syarbini sendiri, dapat kita gunakan sebagai titik pegangan.

Pada tahun 1915 pemuda Syarbini keluar dari dinas militer. Sebagai bekas militer merasa dirinya sebagai pemuda yang tak layak lagi kembali begitu saja di tengah masyarakat. Dalam telinga kita ‘bekas serdadu’ mendapat kesan yang tiada baik. Maka untuk seakan-akan menebus sejarah yang sudah, bertekadlah pemuda Syarbini akan ‘nyantri’ di pondok Kyai Dahlan. Terus ia bertempat tinggal di langgar, di muka rumah Kyai Dahlan.

Tahun 1916 pemuda Syarbini diangkat menjadi guru Muhammadiyah di sekolah Muhammadiyah Busasran. Hal ini terjadi karena ternyata bahwa pemuda Syarbini sebelum masuk dinas militer telah lulus ujiannya masuk Kweekschool di Ungaran, jadi memang ada bakatnya menjadi pendidik. Lama-kelamaan rupanya pemuda Syarbini menarik perhatian para pemimpin Muhammadiyah. Terutama Kyai Fachruddin. Hari-hari akan adanya peralatan bagi HW itu dirundingkan, Syarbini ini tengah aktif-aktifnya dalam memimpin barisan sebagai perintis Hizbul Wathan.

Saat yang bersejarah bagi Syarbini telah sampai ialah pada tanggal 16 Januari 1919 atau bertepatan dengan 13 Rabi’ul Awwal 1337 H pernikahannya telah dilangsungkan. Mengingat peristiwa tersebut nyatalah bahwa dalam tahun 1918 gerakan HW melangkahkan langkah yang pertama, meskipun nama HW baru kemudian diberikan kepada gerakan itu.

Gerakan berbaris makin ramai, oleh karena itu dinamakan Padvinder Muhammadiyah. Nama Padvinder Muhammadiyah menjadi popular, juga dalam lingkungan Muhammadiyah. Oleh karena itu oleh Hoofdbestuur (pengurus utama) Muhammadiyah pengawasan terhadap Padvinderij itu diserahkan kepada Muhammadiyah bagian sekolahan. Oleh Bagian sekolahan dibentuklah pengurusnya. Ketua H Muchtar, wakil ketua haji Hadjid, Sekretaris Somodirdjo, Keuangan Abdul Hamid, Organisasi Siradj Dahlan, Komando Syarbini dan Damiri.

Untuk memajukan gerakan Padvinderij itu direncanakan akan mengambil pelajaran dari Solo kepada J.P.O. Persiapan dikerjakan. Untuk meriahkan angkatan ke-Solo, maka telah diputuskan oleh Bagian Sekolahan, akan memberikan uniform dengan diangsur pembayarannya. H. Nawawi diutus berbelanja ke Semarang. Dibelinya kain dril kuning, kain biru dan setangan leher. Untuk setangan leher karena yang mudah didapat ialah kacu merah berbintik-bintik hitam (kacu ‘kedele kecer’) maka kacu itulah yang dibelinya.

Uniform disiapkan. Hari keberangkatan ke-Solo, berjamu kepada J.P.O telah ditetapkan. Yang boleh ikut hanyalah mereka yang telah berseragam. Pada suatu sore seragam diberikan. Paginya hari Ahad barisan Padvinder Muhammadiyah dengan seragamnya yang baru itu pergi ke Solo, dengan diantarkan oleh Kyai Haji Hisyam sebagai ketua Bagian Sekolahan. Sampai di Stasiun Tugu diantar sendiri oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan.

Di Solo mendapat sambutan hangat dari J.P.O, dijemput dengan barisan sehingga menggemparkan Kota Solo. Di lapangan Mangkunegaran diadakan demonstrasi dan macam-macam permainan sebagai perkenalan. Padvinder Muhammadiyah mendapat banyak pelajaran dan pengalaman. Pada hari itu juga sebagai tamu Padvinder Muhammadiyah dijamu pertunjukan-pertunjukan dalam pendopo Mangkunegaran.

Pulang dari Solo terbukalah pikiran dari para pemimpin Padvinder Muhammadiyah. Beberapa hal menjadi persoalan. Diantaranya yang hangat nama. Dalam suatu sidang pengurus dibentangkan mengenai nama di rumah Bapak H. Hilal Kauman. Oleh Raden H. Hadjid diajukan nama yang sekiranya dapat sesuai dengan keadaan masa dan mengingat pula pergolakan-pergolakan di luar negeri sehabis Perang Dunia 1, ialah nama Hizbul Wathan, yang berarti ‘Golongan Cinta Tanah Air’. Dengan kata sepakat nama itulah yang dipakai untuk mengganti nama Padvinder Muhammadiyah.

Kejadian ini waktunya bertepatan dengan peristiwa akan turunnya dari tahta Paduka Sri Sultan VII di Yogyakarta. Untuk turut menghormat dan akan ikut mengiringkan pindahnya Sri Sultan VII dari Keraton ke Ambarukmo, diadakan persiapan-persiapan dan latihan-latihan. Pada tanggal 20 Jumadil Awal 1851 atau Januari 1921, barisan HW keluar turut mengiringkan Sri Sultan pindah dari keraton ke Ambarukmo (Jengkar Dalem dalang Ambarukmo). Keluarga HW mendapat penuh perhatian dari khalayak ramai.

Dari saat itulah HW mulai terkenal pada  umum. Hal ini ditambah lagi sesudah beberapa hari kemudian HW berbaris dalam perayaan penobatan Sri Sultan VIII. Perayaan diadakan di alun-alun Lor. HW turut pula dengan mengadakan demonstrasi di muka panggung di mana Sri Sultan VIII dengan para tamu menyaksikannya. HW telah menjadi buah bibir masyarakat. Maka tidak heranlah, kadang-kadang  kalau ada anak Belanda atau Tiongkok berpakaian Padvinder (N.I.P.V) dikatakannya, “lho, itu ada HW Londo atau ada HW Cina” yang sebetulnya yang dimaksud adalah Padvinder N.I.P.V.

Pesatnya kemajuan HW rupanya mendapat perhatian dari pihak N.I.P.V ialah perkumpulan padvinder Hindia Belanda sebagai cabang dari Padvindrij di Negeri Belanda (N.P.V). Pada waktu itu gerakan padvinderij yang dapat pengakuan dari internasional hanyalah yang bergabung dalam N.P.V tersebut.

M. Raneff seorang pemimpin dari N.I.P.V dan yang memegang perwakilan NPV telah datang di Yogya menemui HW dan mengajak supaya HW masuk dalam Organisasi NIPV. Usaha-usaha komisaris N.I.P.V (Raneff) tiada hentinya menarik HW menjadi anggota N.I.P.V sehingga ketika Kongres Muhammadiyah tahun 1926 di Surabaya, dia mengambil inisiatif mengikuti HW dalam Kongres Muhammadiyah dari awal sampai akhir.

Selanjutnya diadakan pertemuan lagi di Yogyakarta oleh Wakil N.I.P.V mengajak HW masuk ke dalam organisasi N.I.P.V. Tetapi HW tetap ingin mempertahankan kedaulatannya tidak dapat menerima tawaran dari M. Raneff tersebut, karena adalah HW bukannya seperti yang biasanya disebut padvinder. HW mempunyai prinsip-prinsip yang sukar diterima oleh Padvinderij karena akan menyalahi prinsip-prinsip sebagai Padvinderij. Adapun ketika ia dikatakan bukan Padvinder, bagi HW tidak akan keberatan. Bagi HW adalah Hizbul Wathan atau tidak terserah yang mau mengatakan.

Demikianlah detik-detik peristiwa lahirnya HW yang bisa kami gali sekedar untuk mencari saat lahirnya Hizbul Wathan ialah tahun 1918. Kepada yang telah membantu dengan mencari keterangan-keterangan yang masih dapat diingat, kami menyampaikan banyak terimakasih, semoga semuanya itu dapat menjadi tauladan bagi angkatan yang mendatang. (afandi)

Sumber : UMM

Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel